Shufi 9910
Selamat Datang di site Shufi9910
Prodi Tadris IPS Ekonomi
FTK UIN Mataram
Model Pengembangan Ekonomi Pesantren
di Pondok Pesantren Hidayatullah Kota Mataram
dan Pondok Pesantren Darussalam Lombok Barat
Mawardi Saleh 1, Lalu Agus Satriawan2
1,2Program Studi Tadris IPS Ekonomi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Mataram, Jl. Pendidikan No.35 Dasan Agung Baru Kec. Selaparang Kota Mataram Nusa Tenggara Barat 83125, Indonesia
E-mail: 1mawardisalehyani@uinmataram.ac.id 2la_satriawan@uinmataram.ac.id
Abstract: Dalam seting sejarahnya pesantren hadir dalam bentuk lembaga pendidikan tradisional yang kegiatannya lebih terfokus pada kajian kitab agama dan penyelenggaraan pendidikan keagamaan. Tapi sejak tahun 1970 an pesantren mulai berevolusi dan menyelenggarakan pendidikan umum, terlibat dalam kegiatan sosial bahkan pada bidang ekonomi. Menyaksikan fenomena tersebut, maka dirasa perlu melakukan kajian tentang model pengembangan ekonomi pesantren di PP Hidayatullah Kota Mataram dan PP Darussalam Lombok Barat. Fokus penelitian ada dua yaitu potensi-potensi pesantren dan model pengembangan ekonomi pesantren. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dan metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian yaitu 1) Potensi-potensi ekonomi yang dimiliki oleh pesantren Hidayatullah dan Darussalam adalah kefiguran pimpinan, santri, para asatidz dan kegiatan pendidikan, 2) Model pengembangan ekonomi yang dilakukan Hidayatullah dan Darussalam adalah integrated model yang diwujudkan dalam bentuk top down model dan bottom up model yang kedua model tersebut bekerja dengan memadukan antara kekuatan unsur pimpinan dengan kekuatan unsur asatidz dan santri.
Kata Kunci: model, pengembangan ekonomi, pesantren.
A. Pendahuluan
Dalam struktur pendidikan nasional, pesantren merupakan mata rantai yang sangat penting. Hal ini tidak hanya karena sejarah kemunculannya yang relatif lama, tetapi juga karena pesantren secara signifikan ikut andil dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam sejarahnya, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat.[1] Keberadaan pondok pesantren sudah terbukti memiliki peran yang sangat besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Pondok pesantren menjadi basis untuk menggerakkan masyarakat dengan semangat Islami dalam rangka mengusir penjajah. Pondok pesantren telah membuktikan eksistensi dan kiprahnya menjadi dinamisator dalam setiap proses perjuangan dan pembangunan bangsa. Kiprahnya, tidak hanya sebatas sebagai lembaga pendidikan, namun juga merupakan lembaga perjuangan, sosial, ekonomi, keagaman, budaya dan dakwah.[2]
Sejarah mencatat, sejak awal keberadaan Islam di Indonesia, pesantren sudah muncul bersamaan dengan sejarah perdagangan, kemudian berkembang dan merambah pada sektor pendidikan dan dakwah Islam, serta berakhir pada kekuasaan. Kekuasaan dibentuk atau disebut semata-mata hanya menjadi alat untuk mengamankan dan mengembangkan sektor ekonomi dengan sektor pendidikan.[3]
Dibandingkan dengan lingkungan pendidikan parsial yang ditawarkan sistem pendidikan sekolah umum di Indonesia sekarang ini, pondok pesantren mempunyai kultur yang unik. Karena keunikannya, pondok pesantren digolongkan ke dalam subkultur tersendiri dalam masyarakat Indonesia. Lima ribu lebih pondok pesantren yang tersebar di enam puluh delapan ribu desa, merupakan bukti tersendiri untuk menyatakannya sebagai sebuah subkultur. Keunikan ini pula pada gilirannya dapat menghasilkan nilai ekonomis yang sangat besar bila dikelola secara profesional.
Kemajuan sosial ekonomi sebuah pesantren tidak terlepas dari peran santri. Kiai dan ustadz memiliki kekuasaan yang bersifat kharismatik yang mampu mengendalikan santri dalam melakukan kegiatan sosial ekonomi. Dalam mengurus usaha pertanian pesantren, kiai sekedar memberikan bimbingan, selebihnya menjadi tanggung jawab santri. Tantangan yang dihadapi pondok pesantren semakin hari semakin besar, kompleks dan mendesak, sebagai akibat semakin meningkatnya kebutuhan pembangunan dan kemajuan pengetahuan dan teknologi. Tantangan ini menyebabkan terjadinya pergeseran-pergeseran nilai di pesantren, baik nilai yang menyangkut sumber belajar maupun nilai yang menyangkut pengelolaan pendidikan, pergeseran sistem dan metode belajar, serta pergeseran pengembangan fungsi kelembagaan pesantren itu sendiri.[4]
Fakta menunjukkan dalam konteks NTB, kompetisi pada sektor mikro, seperti home industry, kuliner, sektor jasa termasuk traveling pada tiga tahun terakhir sudah mulai menunjukkan konstalasi yang cukup tinggi. Tentu fakta ini harus dilihat sebagai gejala positif yang mengharuskan seluruh human resources (SDM) di daerah ini harus mempersiapkan dirinya dan lembaga sosial termasuk lembaga keagamaan seperti pesantren agar mampu menjawab perubahan dan perkembangan tersebut. Dalam kerangka ini, human resources yang dihasilkan pesantren, diharapkan tidak hanya mempunyai perspektif keilmuan yang lebih integratif dan komprehensif antara bidang ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu keduniaan tetapi juga memiliki kemampuan praktis tertentu yang diperlukan pada masa persaingan sekarang ini khususnya pada dunia usaha.
Untuk mewujudkan itu, perlunya upaya pondok pesantren dalam mengembangkan potensi ekonomi pesantren dalam bentuk amal-amal usaha yang bisa membuat pesantren lebih mandiri secara ekonomi dan meningkatkan kualitas pendidikan pesantren. Dasar itu peneliti melakukan kajian melalui penelitian dengan judul “Model Pengembangan Ekonomi Pesantren di Pondok Pesantren Hidayatullah Mataram dan Pondok Pesantren Darussalam Tanak Beak Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Ada dua hal penting yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu mengkaji potensi-potensi yang dimiliki dan model pengembangan ekonomi yang dilakukan oleh kedua pondok pesantren tersebut. Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah dapat menemukan potensi-potensi ekonomi yang dimiliki oleh kedua pondok dan mendapatkan kejelasan model-model pengembangan ekonomi yang dilakukan oleh Pondik Pesantren Hidayatullah dan Pondok Pesantren Darussalam.
1. Konsepsi Pesantren
Mayoritas pandangan dari para pakar, bahwa pesantren merupakan lembaga tradisional yang bergerak dalam bidang pendidikan tradisional yang masih mempertahankan pembelajaran kitab-kitab klasik. Padahal jika dilihat potensi dan perkembangan pesantren sekarang ini sebagaimana yang dikatakan oleh Azyumardi Azra pesantren sekarang diharapkan tidak lagi sekedar memainkan fungsi tradisionalnya yaitu; “transmisi dan transfer ilmu-ilmu Islam, pemeliharaan tradisi Islam, reproduksi ulama”, tetapi juga menjadi pusat penyuluhan kesehatan, pusat pengembangan teknologi tepat guna bagi masyarakat pedesaan, pusat usaha-usaha penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup; dan lebih penting lagi menjadi pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat dan sekitarnya. Maka dari itulah fungsi pesantren tidak hanya sebagai pusat pengkaderan kyai, human resource (SDM) saja, tetapi juga diharapkan menjadi lembaga yang dapat melakukan pemberdayaan pada masyarakat (agent of development) itusendiri.[5]
2. Potensi-potensi Pondok Pesantren
Pesantren sebagai media mengidentifikasi dan mengembangkan berbagai potensi komunitas pesantren sehingga muncul menjadi sebuah kekuatan.[6] Beberapa potensi yang dimaksudkan adalah :
a. Kyai (Tuan Guru)
Kiai adalah figur yang merupakan elemen paling esensial dalam pesantren. Tuan Guru adalah orang yang memimpin pesantren dengan kharisma tinggi, ibadah yang tekun serta pengetahuan keagamaan yang luas dan mendalam. Oleh sebab itu, para Tuan Guru, di samping memberikan pelajaran agama dan menjadi pemimpin spiritual para santrinya, tidak jarang juga menjadi “dokter-dokter psikosomatis” dan menjadi magnet bagi masyarakat. Kyai (tuan guru) adalah pemegang ilmu-ilmu agama doktrinal. Tugas ini tidak dapat dilimpahkan kepada masyarakat umum karena berhubungan dengan kepercayaan bahwa ulama merupakan pewaris Nabi. Bila demikian, bagaimana keunikan kepemimpinan tuan guru di pesantren ini dapat dipandang sebagai potensi pesantren yang bernilai ekonomis.
b. Santri
Potensi ekonomi kedua yang melekat pada pondok pesantren adalah santri, atau murid atau siswa. Analisis potensi diri ini harus dipahami, bahwa para santri tersebut sering mempunyai potensi/bakat bawaan, seperti kemampuan membaca al-Qur’an, kaligrafi, pertukangan, dan sebagainya. Bakat bawaan ini sudah seharusnya selalu dipupuk dan dikembangkan. Karena itulah, ada baiknya bila dalam pondok pesantren diterapkan penelusuran potensi/bakat dan minat santri, kemudian dibina dan dilatih.[7]
B. Hasil dan Pembahasan
1. Pondok Pesantren Hidayatullah
a. Sejarah Singkat Pondok Pesantren Hidayatullah
Menurut penjelasan Ust Abidin,[8] setelah Ust. Abdullah Said (pendiri) wafat tahun 1998, kepemimpinan Hidayatullah dilanjutkan oleh Ust. Abdurrahman Muhammad. Kemudian tidak berapa lama setelah itu terbentuklah Dewan Eksekutif yang bertugas menyelenggarakan pertemuan nasional untuk menentukan arah dan bentuk Hidayatullah ke depan. Melalui Musyawarah Nasional pertama tanggal 9-13 Juli 2000 di Balikpapan, Hidayatullah secara resmi mengubah bentuknya menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) dengan 5 jenjang kepengurusan yaitu pusat, wilayah, daerah, cabang dan ranting.
b. Prinsip Dasar Pesantren Hidayatullah
1) Jangan Meminta
Menurut Ust Fardin,[9] Prinsip jangan meminta maksudnya, semua anggota Hidayatullah tidak dibolehkan melakukan tindakan-tindakan (upaya apapun bentuknya) dengan tujuan untuk mendapatkan jabatan/posisi tertentu dalam struktur kepengurusan atau fungsi apapun. Tidak diperkenankan setiap orang untuk melakukan pendekatan dan menempuh jalur tertentu melalui pihak-pihak atau petinggi di Hidayatullah untuk mendapatkan posisi yang diinginkannya. Dalam hal ini, Hidayatullah mengajarkan kepada semua bahwa jabatan dan posisi itu merupakan amanah yang tidak setiap orang mampu mengembannya, sehingga kemampuan setiap orang itu nantinya akan ditentukan oleh yang berwenang (pimpinan yayasan) berdasarkan hasil penilaian dan kinerja yang ditunjukkannya.
2) Jangan Menolak
Kemudian prinsip jangan menolak maksudnya adalah setiap anggota Hidayatullah yang diberikan amanah mengemban tugas dari organisasi, maka dia wajib menerimanya. Tugas apapun bentuk dan jenisnya, dimanapun tempatnya, kapanpun dan bagaimanapun kondisi yang dihadapinya, anggota wajib menerima tugas itu (kecuali ada alasan-alasan syar’i) yang tidak memungkinkan dia melaksanakan amanah tersebut. Fardin mencontohkan, dia sendiri sekarang diamanahkan menjadi Wakamad Bidang Kurikulum di MADAYA (Madrasah Aliyah Hidayatullah) sejak 2015. Sementara di koperasi, ketua yang sebelumnya sudah mengundurkan diri karena menjadi tim penasehat di struktur yayasan al-Iman Hidayatullah mengajarkan bahwa jabatan dan harta itu tidak perlu dikejar apalagi dicari-cari dengan berbagai macam cara bahkan melakukan tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan syar’i. Kewajiban dan tugas yang harus dilakukan adalah bekerja dengan sungguh-sungguh, ikhtiar yang maksimal, ikhlas menerima segala yang ada dari setiap ikhtiar maksimal tersebut dan tentu tetap istiqomah menjalankan ikhtiar tersebut.
3) Sikap Terpuji
Sejak para santri masuk di pesantren, mereka mulai diperkenalkan beberapa prinsip yang harus dipegang dan dipedomani dalam aktivitas sehari-hari, termasuk tentang sikap terpuji santri kepada dirinya dan orang lain. Sikap terpuji merupakan landasan paling utama yang ditanamkan oleh pondok ini kepada seluruh santrinya dalam semua tingkatan, dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Tidak diperkenankan antar santri saling sentimen, cemburu sosial, mencurigai maupun merendahkan santri lain. Pesantren menanamkan bahwa status semua santri di pondok adalah sama, tidak boleh ada yang merasa menjadi anak.
c. Potensi-potensi Pesantren
Pondok pesantren Hidayatullah di Mataram tentu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberadaan pesantren Hidayatullah pusat yang di Balikpapan. Pondok pesantren Hidayatullah yang ada di Mataram merupakan struktur organisasi atau pesantren Hidayatullah yang berada pada tingkat wilayah atau provinsi. Pesantren Hidayatullah Mataram didirikan pertama kali oleh Ust Abdullah Ihsan pada tahun 1992. Kaitan dengan potensi ekonomi yang dimiliki oleh pesantren Hidayatullah Mataram tidak jauh beda dengan potensi yang dikembangkan di tingkat pusat. Akan tetapi tidak semua potensi ekonomi pada tingkat pusat sama persis dengan yang ada di tingkat wilayah maupun daerah. Sampai saat ini, menurut Ust Fardin[10] potensi-potensi ekonomi yang dimiliki oleh pesantren Hidayatullah Mataram dapat berupa lembaga pendidikan, lembaga usaha ekonomi, bidang sosial dan sumber daya manusia.
1) Bidang Pendidikan
Dalam prinsip usaha dan investasi jangka panjang khsususnya untuk keselamatan hidup di akhirat, maka bidang pendidikan menjadi salah satu jenis amal usaha yang dikelola oleh Hidayatullah. Dalam pengelolaan amal usaha pendidikan inipun dilakukan dengan prinsip-prinsip kesadaran oleh semua unsur pengelola, asas keterbukaan, penuh rasa tanggungjawab, adil dan tentu professional. Dalam bidang pendidikan, pesantren Hidayatullah mengelola lembaga pendidikan dengan konsep “integral berkarak tertauhid”. Lembaga pendidikan yang dikelola di Pesantren Hidayatullah Mataram mulai dari jenjang PAUD, TK, SDIT, MTs dan Madrasah Aliyah Hidayatullah.
Pada tahun pelajaran 2019/2020, untuk jenjang TK/PAUD Hidayatullah mengelola 7 kelompok belajar (kelompokA dan B) sebanyak 208 santri, jenjang SDIT ada 17 rombongan belajar dengan jumlah 612 santri, Madrasah Tsanawiyah dan jenjang SMA/ Madrasah Aliyah Hidayatullah (MADAYA) masing berjumlah 6 kelas. Sehingga total santri-santriwati yang menempuh pendidikan dari PAUD/TK sampai MA di Hidayatullah berjumlah sekitar 1.142 orang.
2) Bidang Ekonomi
Pada bidang ekonomi, pesantren Hidayatullah banyak sekali menggalakkan unit-unit usaha (amal usaha)
a) Koperasi
b) Kantin
c) Warung Waqaf
Begitu juga yang disampaikan oleh Ust Rozi[11] potensi-potensi yang dimiliki pesantren Hidayatullah adalah
3) Sumber daya manusia
Pondok pesantren Hidayatullah Mataram memiliki sumber daya manusia yang alhamdulillah bisa diandalkan untuk diajak berjuang. Bagi kami, teman-teman yang ada semuanya berangkat dari niat untuk ikut bersama-sama mendidik dan membina generasi dan umat Islam, khususnya melalui lembaga pendidikan, lembaga sosial dan ekonomi. Rekruitmen SDM di Hidayatullah mulai terbentuk melalui seleksi natural sejak mereka mengikuti pendidikan atau menuntut ilmu di Hidayatullah. Di akhir pendidikan mereka khususnya yang alumni Madrasah Aliyah / SMA, sebagian di antara mereka akan dipilih oleh yayasan untuk bisa ikut mengabdi di pondok minimal satu tahun sebelum mereka melanjutkan kuliah. Mereka akan ditempatkan di semua lembaga usaha Hidayatullah baik di lembaga pendidikan, dakwah, ekonomi, sosial maupun media. Mereka juga akan didistribusikan ke semua daerah dan cabang yang membutuhkan tenaga pada setiap lembaga. Jadi disinilah berlaku prinsip di Hidayatullah bahwa setiap calon pengurus/pengabdi tidak boleh meminta dan tidak boleh menolak posisi apapun dan di manapu ditempatkan.
4) Tokoh / Pimpinan
Dalam istilah pulau Lombok, tokoh agama itu disematkan dengan sebutan tuan guru. Keberadaan tuan guru bagi masyarakat Lombok sangat tinggi dan dimuliakan karena memiliki ilmu agama yang tinggi dan sosok ahli agama yang istiqomah dan sabar dalam perjuangan menegakkan serta menyampaikan ajaran agama kepada masyarakat nya. Seorang tuan guru memiliki jamaah atau majelis pengajian tetap dan biasanya memimpin sebuah pondok pesantren. Majelis pengajiannya tersebar di hampir semua penjuru di Pulau Lombok, atau ada juga tuan guru yang hanya memiliki majelis pengajian di sekitar daerah kecamatan dan kabupatennya saja, bahkan pengajiannya hanya dilakukan di rumah tinggalnya sendiri dan tidak membuka di luar. Khusus untuk konteks pesantren Hidayatullah di Mataram, istilah tuan guru tidak populer. Akan tetapi sebutan tokoh atau pimpinan cukup disebut dengan panggilan ustadz saja, bahkan hampir untuk sebutan ustadz itu digunakan oleh semua dewan guru dan ustadzah untuk guru perempuan. Dalam kaitannya dengan peran dan tanggungjawab sebagai pemimpin dalam mengelola lembaga pendidikan, dakwah dan lembaga ekonomi, ust Abidin (pimpinan yayasan al Iman pesantren Hidayatullah) lebih mengedepankan manhaj dan prinsip-prinsip dakwah yang dipegang di pesantren Hidayatullah yaitu gerakan menanamkan kesadaran bertauhid, menumbuhkan fikrah dan akhlak Qur’ani, meningkatkan kualitas spiritual, membangkitkan gerakan dakwah dan mewujudkan Islam kaffah.
Untuk menunjukkan eksistensi diri sebagai pimpinan, dapat didengar dan dijadikan sebagai teladan oleh jamaahnya, dia tinggal menegakkan saja secara kuat, ikhlas, sabar dan istiqomah atas semua manhaj di atas dalam segala dimensi hidup dan pergaulannya, maka pengurus yang lain serta wali santri akan memberikan amanah yang tinggi untuk mengelola dan mengatur aset dan potensi yang dimiliki oleh pesantren. Dengan amanah tersebut maka seorang pemimpin dapat dengan mudah dan leluasa mendayagunakan potensi pesantren untuk dikembangkaan dan pada akhirnya akan memberikan dampak positif terhadap kemajuan pesantren.
5) Santri dan Pendidikan Santri
Menurut pemaparan Ust Zohdi, potensi ekonomi berikutnya yang melekat pada pesantren Hidayatullah Mataram adalah santri atau murid. Jumlah santri yang dimiliki pesantren Hidayatullah adalah 820 orang, menjadi potensi dan modal besar untuk mengembangkan ekonomi pesantren dengan sangat terbuka.[12] Analisis potensi diri ini harus dipahami, bahwa para santri tersebut sering mempunyai potensi/bakat bawaan. Bakat bawaan ini kami selalu pupuk dan kembangkan. Karena itulah, kami melakukan penelusuran potensi/bakat dan minat santri, kemudian dibina dandilatih. Dalam hal menjadikan santri sebagai aset dan potensi pengembangan ekonomi pesantren, bisa digambarkan bahwa dengan jumlah santri TK/PAUD sebanyak 208 orang dengan memberikan infaq sebesaar Rp. 200.000/santri/bulan, maka akan terkumpul dana setiap bulan sekitar 208 x 200.000 = 41.600.000/bulan. Santri SDIT 612 orang dengan infaq sebesar Rp. 350.000 / santri / bulan, maka akan terkumpul dana setiap bulan sekitar 612 x 350.000 = 214.200.000/bulan. Jadi total infaq yang diterima oleh pesantren Hidayatullah per bulan adalah Rp. 255.800.000. Jumlah tersebut tentu cukup besar untuk dikelola dan dijadikan sebagai modal mengembangkan amal usaha yang ada di pesantren seperti lembaga pendidikan, koperasi, kantin dan amal usaha lainnya.
Seperti telah disinggung di atas, salah satu keunikan pondok pesantren terletak pada sistem pendidikannya yang integral. Artinya, model pendidikan khas pondok pesantren, seperti sorogan nonklasikal,[13] dipadukan dengan model pendidikan modern yang klasikal. Di samping itu, juga disiplin ilmu yang ditekuninya, tidak hanya ilmu agama, melainkan sekaligus pelajaran umum lainnya, seperti bahasa Inggris, matematika, sosiologi, antropologi, dan sebagainya. Untuk kelancaran proses pembelajaran, diperlukan seperangkat buku, kitab, dan alat-alat tulis. Dari sini bisa dikembangkan salah satu unit usaha Pondok pesantren yang menyediakan sarana belajar tersebut, semisal toko buku atau kitab, alat tulis, dan foto copy, belum lagi dari sisi kebutuhan sehari-hari seperti makan minum, air, telepon, asrama, pakaian, dan sebagainya. Potensi ekonomi dari sektor pendidikan ini tentu menjadi semakin sempurna bila digabung dengan potensi diri santri-murid seperti telah dijelaskan dalam poin dua. Persoalannya tinggal bagaimana semua potensi ini dikelola secara profesional, tetapi tetap menampilkan karakteristik pesantren. Inilah salah satu tantangan Pondok pesantren dan lembaga pendidikan yang ada dalam Pondok pesantren.
Potensi ekonomi dari sektor pendidikan ini tentu menjadi semakin sempurna bila digabung dengan potensi diri santri-murid seperti telah dijelaskan dalam poin dua. Persoalannya tinggal bagaimana semua potensi ini dikelola secara profesional, tetapi tetap menampilkan karakteristik pesantren. Inilah salah satu tantangan pondok pesantren dan lembaga pendidikannya. Karena itulah diperlukan keberanian manajerial dari para pengasuh untuk mewarnai manajemen pondok pesantren secara lebih profesional dan modern, tetapi khas pesantren. Dalam konteks ini, keharismatikan seorang Tuan Guru-ulama, tidak hanya dilihat dari aspek agama, tetapi juga aspek yang lain, seperti wawasan dan manajerial Tuan Guru.
d. Model Pengembangan Ekonomi Pesantren Hidayatullah
Ustadz Fardin menyampaikan bahwa untuk mewujudkan insan pesantren yang tangguh dan kreatif, maka sebagai dasar untuk melakukan pengembangan ekonomi perlu dilakukan dengan prinsip dan pola sebagai berikut:[14]
1) Membangun Kepercayaan (Trust Building)
Setiap warga pondok di Hidayatullah adalah amanah dan tanggungjawab. Mereka akan diberikan kesempatan secara terbuka untuk melakukan kegiatan seperti:
a) Para asatidz berinovasi dalam kegiatan-kegiatan ekskul
b) Membuat inovasi dalam mendesain kegiatan pentas seni, wisuda santri dan kegiatan debat ilmiah.
c) Mengkreasi berbagai jenis usaha yang bisa mendatangkan nilai tambah secara ekonomi untuk pondok dan meningkatkan skil wirausaha santri.
d) Bagi santri melakukan inovasi dalam mendesain kegiatan seni dan kegiatan-kegiatan kesiswaan lainnya.
2) Bersahaja (Uncomplicated)
Pimpinan pondok memberikan tauladan bahwa pengelola pondok tidak diberikan menampilkan kemewahan secara individu selama menjadi pengurus dan warga pondok, karena sikap itu akan menciderai amanah yang diberikan oleh para wali santri dan masyarakat.
3) Pencitraan Positif (Positive Image /Husnudzdzon)
Menurut penjelasan Ust Abidin (pimpinan Pesantren Hidayatullah Mataram), warga Hidayatullah diberikan pemahaman bahwa membangun komunitas yang tangguh dan komitmen yang tinggi, setiap orang perlu melakukan pencitraan positif (positive image) bagi dirinya. Seluruh sifat mulia (siddiq, amanah, tablig, fathonah) pada diri Rasulullah harus menjadi global ethic untuk diteladani dalam kehidupan sehari-hari terutama ketika menjalani amanah yang disematkan padanya. Itulah yang menjadi warna dalam kehidupan Rasulullah. Beliau bukanlah orang kaya, tetapi sejak kecil beliau tampil dengan penuh tanggungjawab dan amanah ketika diberikan tugas untuk mendampingi seorang perempuan janda kaya raya Siti Khadijah ra. Dasar itulah Khadijah menaruh simpati yang luar biasa pada kepribadian Rasulullah sehingga memilih Rasulullah menjadi pendamping dan pemimpin hidupnya walaupun usia beliau (25tahun) jauh di bawah usia Khadijah (40 tahun). Dan ketika usia 40 tahun beliau sudah sukses dan tidak mengurus bisnis lagi karena kebutuhan keluarganya sudah terpenuhi dan beliau lanjutkan bertafa di gua hiro’ untuk menerima amanah yang jauh lebih besar dari Allah SWT yaitu perintah menyampaikan kebenaran Islam.
Begitu juga kejadian yang sama ketika peristiwa hajarul aswad terlepas dari ka’bah, semua kabilah berseteru merasa sukunya paling berhak untuk menaikkan kembali hajarul aswad ke atas ka’bah. Akan tetapi justru Muhammad yang mereka bersepakat pilih untuk menjadi penengah dan memberikan solusi sehingga semua kabilah menerima keputusan tersebut. Itu semua didasarkan karena Rasulullah telah memiliki positive image dihadapan semua suku quraisy.
Maka konsep modal (money and capital) dalam Islam itu sesungguhnya tidak ada, modal yang ada adalah siddiq, amanah, tablig, fathonah. Kalau orang sudah memberikan kepercayaan tinggi kepada kita, apapun yang kita minta, orang tidak akan sulit memberikan amanah tersebut. Itulah yang menjadi dasar dan modal bagi Hidayatullah untuk membangun dan mengembangkan lembaga sehingga para santri, guru, wali santri dengan mudah mereka menerima tawaran program yang kita ajukan karena mereka melihat bukti nyata yang kita berikan, bahkan penyandang modal seperti bank dengan mudah menawarkan modal kepada Hidayatullah dan terakhir dari ICT.
4) Manajemen Terbuka (Open Management)
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan baik oleh dewan guru maupun santri, Hidayatullah membuka peluang dan kesempatan yang sama bagi siapa saja secara individual maupun kelompok untuk berkreasi sepuasnya dengan mengedepankan prinsip open management. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh dewan guru dansantri Pada tahun 2016 yang lalu Hidayatullah mengirim 10 orang guru ke Jakarta yang difasilitasi oleh Bank Indonesia untuk pelatihan kewirausahaan dan koperasi. Tujuannya adalah untuk menambah pengetahuan, skill dan kepercayaan diri bagi para guru dalam mengelola usaha-usaha yang ada di Hidayatullah maupun usaha yang dikelola guru sendiri.
Konsep pengelolaan dan manajemen usaha di Pondok Pesantren Hidayatullah adalah tidak boleh ada monopoli modal (saham pribadi) dari siapapun pada semua unit usaha, baik oleh pengurus maupun keluarga yayasan. Artinya dari beberapa unit usaha yang dikelola Hidayatullah, tidak boleh sistemnya diakuisisi (dikapling) oleh keluarga yayasan, seperti kepala sekolah di setiap jenjang pendidikan, semuanya didasarkan pada prinsip keterbukaan dan obyketif, siapapun yang secara akademik dan profesional memenuhi syarat dan dianggap cakap, maka dialah yang diamanahkan untuk menjadi kepala. Tidak boleh manajemennya langsung dipegang oleh keluarga pondok. Begitu juga dengan koperasi, warung mart dan laundry. Makanya setiap pemasukan dan pendapatan pesantren melalui satu pintu yaitu pimpinan pondok yang kemudian disalurkan secara terbuka kepada semua unit yang membutuhkannya dengan mengajukan rencana anggaran terlebih dahulu.
5) Prinsip Produktivitas (Productivity)
Hidayatullah juga memegang prinsip produktivitas. Setiap laporan kuangan di akhir tahun diuapayakan saldo nol. Pimpinan pesantren menyarankan kepada semua unsur pelaksana setiap kegiatan agar laporan pertanggungjawaban keuangan tidak boleh menyisakan uang di pembukuan, karena apabila ada saldo maka itu artinya kalian korupsi. Kita tahu bahwa pondok itu selalu lebih banyak idenya dari pada uangnya. Kalau ada sisa uang, maka itu artinya ada program-program pondok yang kalian tidak jalani dan itu tidak mendidik dalam upaya mengembangkan pondok.
2. Pesantren Darussalam Tanak Beak Narmada
a. Model Pengembangan Ekonomi Pesantren
Bagi Pondok Pesantren Darussalam belum memiliki model pengembangan ekonomi pesantren yang bisa dibanggakan karena pesantren ini relatif baru. Pesantren ini juga dalam praktik pendidikannya para santri masih pulang dan pergi dari rumah masing-masing. Artinya sampai sekarang pesantren belum menyediakan tempat pemondokan / asrama untuk santri, akan tetapi sekarang sedang kami upayakan. Bagi kami memiliki konsep akan menyediakan asrama dengan desain yang berbeda (unik) seperti model berugak dengan lantai 2 dan terpisah berugak (kamar) yang satu dengan yang lain. Konsep ini dimunculkan dengan pemikiran bahwa kalau santri yang nota bene nya akan nyantri dengan program utama adalah tahfiz, maka diperlukan suatu tempat yang relatif nyaman terutama dipinggir sawah sehingga para santri lebih betah tinggal di asrama untuk program menghafal.
Selain itu, Pondok Pesantren Darussalam Tanak Beak punya program unik yaitu Tabungan Haji Umrah Cinta Ka’bah. Program ini mulai berjalan sekitar 3 tahun yang lalu (2015) yang diperuntukkan untuk wali santri maupun warga masyarakat sekitar yang ada di Desa Tanak Beak, Lekong Siwak dan Desa Kerama Jaya Kecamatan Narmada. Kategori penabung adalah kebanyakan petani, pedagang di pasar Narmada, tukang, buruh dan guru. Program ini menjadi unik karena setiap masyarakat atau siapa saja memiliki kesempatan yang sama untuk menunaikan ibadah haji dan umrah. Caranya adalah masyarakat dapat menabung berapa saja, mulai dari Rp. 10.000,- 20.000,- 50.000,- bahkan ada yang Rp. 100.000,- per kali nabung, dan mereka punya buku rekening dan dipegang sendiri. Dan yang paling penting adalah masyarakat didoktrin bahwa naik haji atau umrah itu tidak harus jual tanah seperti yang terjadi di beberapa masyarakat, atau orang miskin bisa dengan mudah juga naik. Sampai sekarang ini ada warga yang tabungannya sudah mencapai Rp. 20.000.000,-
3. Analisis Model Pengembangan Ekonomi Pesantren Hidayatullah
Dari kajian yang dilakukan peneliti melalui wawancara dan observasi, teramati bahwa model yang digunakan oleh Pondok Pesantren Hidayatullah dalam mengembangkan kapasitas ekonomi pesantren adalah integrated system model. Menurut penjelasan ust Fardin dan pimpinan yayasan bahwa sistem ini (integrated system model) merupakan perpaduan sistem atas bawah (top down) dan bawah atas (bottom up). Artinya dalam pengelolaan dan pengembangan ekonomi pesantren unsur pimpinan melakukan kombinasi potensi yang dimiliki oleh unsur-unsur pimpinan baik yang berada pada tingkat pucuk pimpinan maupun yang berada pada bidang-bidang atau sub-sub bidang dengan potensi yang dimiliki pada level asatidz dan santri. Integrated system model menjadi kekuatan tersendiri bagi pesantren Hidayatullah untuk membangun kapasitas pesantren yang menjadi salah satu tujuan dari pendirian pesantren.
Bentuk dari Integrated system model adalah :
a. Topdown model
Bagi pimpinan pondok memahami tentang top down model adalah suatu model pengelolaan yang mendasarkan pada perencanaan dan dimulai dari level pimpinan dengan mengidentifikasi dan memetakan segala potensi dan peluang yang dimiliki oleh pesantren. Perencanaan dengan sistem “top down planning” artinya adalah perencanaan yang dilakukan oleh lembaga tertinggi di lingkungan pesantren sebagai pemberi gagasan awal serta berperan lebih dominan dalam mengatur jalannya program yang akan dikembangkan pondok. Dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan program, pengawasan sampai tahap evaluasi pimpinan yayasan memiliki peran yang sangat sentral dan strategis, sementara keberadaan asatidz dan santri tidak banyak terlibat.
Sebagai konsekuensi dari model ini adalah keberadaan para asatidz dan santri tidak bisa berperan lebih aktif dikarenakan peran yayasan yang lebih dominan bila dibanding peran dari asatidz dan santri itu sendiri. Asatidz dan santri tidak bisa melihat sebarapa jauh suatu program telah dilaksanakan.Peran asatidz dan santri hanya sebagai penerima keputusan atau hasil dari suatu program tanpa mengetahui jalannya proses pembentukan program tersebut dari awal hingga akhir, sehingga proses dan dinamika yang terbentuk tidak dapat diikuti secara langsung oleh para asatidz dan santritadi. Dalam hal ini ide, potensi dan kreativitas yang dimiliki para asatidz dan santritidak bisa secara langsung di tunjukkan.
Dalam menerapkan model ini pimpinan yayasan menggunakannya pada beberapa kegiatan seperti:
1) Penentuan nilai infaq dari amal usaha pendidikan
Pada pesantren Hidayatullah keberadaan lembaga pendidikan sebagai sentral dalam pengelolaan sumber-sumber keuangan dan seluruh pembiayaan amal usaha yang lainnya. Ust Azadin menjelaskan lembaga pendidikan menjadi sumber pemasukan lembaga yang kemudian modal sumbangan atau infaq tersebut akan didistribusikan kepada semua amal usaha yang berda di bawah binaan pesantren Hidayatullah.
2) Penentuan arah distribusi infaq
3) Penentuan prioritas arah pembangunan
Kelebihan dari sistem ini adalah: Masyarakat tidak perlu bekerja serta memberi masukan program tersebut sudah dapat berjalan sendiri karena adanya peran pemerintah yang optimal.
Hasil yang dikeluarkan bisa optimal dikarenakan biaya yang dikeluarkan ditanggung oleh pemerintah.
Mengoptimalkan kinerja para pekerja di pemerintahan dalam menyelenggarakan suatu program.
b. Bottom up model
Perencanaan dengan sistem “bottom up planning” artinya adalah perencanaan yang dilakukan dimana asatidz dan santri lebih berperan dalam hal pemberian gagasan awal sampai dengan mengevaluasi program yang telah dilaksanakan sedangkan pimpinan yayasan lebih berperan sebagai fasilitator dalam suatu jalannya program.
Perencaan dengan sistem gabungan dari kedua sistem diatas adalah perencaan yang disusun berdasarkan kebutuhan warga pondok terutama guru dan santri dan program yang diinginkan oleh mereka dapat meningkatkan kualitas pengelolaan pondok.
c. Pola Internal
Potensi santri dan asatidz diterjunkan langsung untuk mengelola berbagai unit usaha di pesantren. Model ini tidak mengandalkan teori saja, akan tetapi mereka belajar sambil bekerja dan saat menemukan kesalahan disanalah mereka akan membaca ketentuan yang ada dan langsung memperbaikinya. Semua amal usaha yang dimiliki Hidayatullah difungsikan seperti lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan menjadi sumber penerimaan infaq yang kemudian dikelola oleh lembaga amal usaha lainnya seperti koperasi, laundry dan kantin. Ketika lembaga tersebut memanfaatkan segala potensi yang dimiliki pesantren dan akhirnya bisa menyumbangkan sejumlah keuntungan per bulan yang menjadi penerimaan pesantren.
4. Jenis-jenis Usaha Hidayatullah
Dari hasil wawancara dengan Ust fardin dan hasil liputan dokumentasi, peneliti banyak menemukan data-data terkait jenis atau bidang usaha yang ada di pondok pesantren Hidayatullah Mataram yaitu :
a. Koperasi Hidayatullah
Dari wawancara dengan Ust Fardin, koperasi Hidayatullah merupakan bidang usaha yang bergerak dalam hal penyediaan segala kebutuhan sehari-hari santri atau warga pondok. Barang-barang tersebut mulai ATK, perlengkapan mandi dan mencuci, aneka snack, aneka minuman, kitab-kitab, jilbab, buku bacaan dan souvenir. Wayan Istiqomah juga diberikan amanah untuk bertanggungjawab oleh pimpinan pondok agar koperasi Hidayatullah bisa berjalan dengan lancar dan memberikan pelayanan yang memuaskan. Konsumen dari koperasi Hidayatullah adalah mulai dari santri, asatidz dan wali santri. Nilai penjualan setiap hari normal bisa mencapai 3.000.000 – 4.000.000, tetapi pada hari-hari tertentu seperti kunjungan wali santri dan PSB bisa menembus 5.000.000 per hari. Dalam mengambil keuntungan, koperasi Hidayatullah menetapkan harga di bawah harga pada umumnya dengan interval keuntungan antara 10 – 15 % dari harga barang, dan itu tergantung pada tinggi rendahnya harga pokok barang tersebut. Kemudian terkait dengan jam pelayanan tidak dilakukan sepanjang hari, akan tetapi koperasi Hidayatullah open pada waktu santri sedang istirahat yaitu jam 05.30-07.00, jam 10.00-10.30, jam 13.00-13.30, jam 15.30.16.15 dan jam 20.00-22.00, kecuali hari jumat full buka dari pagi – malam di saat wali santri datang berkunjung. Dan dari koperasi Hidayatullah bisa nyumbang ke pondok minimal 30juta / bulan.
b. Kantin Hidayatullah
Kantin Hidayatullah juga menyediakan berbagai jenis makanan dan minuman. Akan tetapi di kantin dikhususkan menjual makanan basah yang sudah jadi, aneka gorengan, nasi campur, aneka minuman dan berbagai jenis makanan siap saji. Kantin juga memiliki omset sekitar 1.000.000 per hari, tetapi kalau hari jumat (saat kunjungan wali santri) kantin akan mendapat omset sampai 1,5 juta pada hari itu.
C. Kesimpulan
Dari hasil temuan di lapangan terkait dengan potensi ekonomi pondok pesantren bahwa memang Hidayatullah memiliki 4 sumber potensial yaitu lembaga pendidikan, santri, tokoh dan lembaga ekonomi. Semua potensi tersebut menjadi modal utama pondok pesantren dalam mengembangkan ekonomi dan menjadi modal untuk menggembangkan dan meningkatkan mutu pondok pesantren. Kemudian model pengembangan ekonomi yang dilakukan oleh pesantren Hidayatullah adalah integrated model yaitu model top down dan bottom up. Sedangkan Pondok Pesantren Darussalam Tanak Beak tidak memiliki model pengembangan ekonomi secara khusus akan tetapi pondok memiliki program yang dinamakan program Tabungan Haji Umrah Cinta Ka’bah, yaitu sebuah program haji dan umrah dengan cara menabung di koperasi pondok. Program ini dicanangkan pondok untuk menghilangkan kesan kepada masyarakat bahwa pergi haji atau umrah tidak harus dengan jalan menjual tanah milik mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Siti Nur. “Pengelolaan Unit Usaha Pesantren Berbasis Ekoproteksi”, dalam EKBISI, Vol. IX, No. 1, (Desember 2014).
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta: LP3ES, 1994).
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif; Analisis Data (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2018).
Faozan, Ahmad. “Pondok Pesantren dan Pemberdayaan Ekonomi” dalam Ibda`, Vol. 4, No. 1, (Januari 2006).
Halim, A. “Menggali Potensi Ekonomi Pondok Pesantran,” dalam A. Halim (eds.) Manajemen Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005).
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta Selatan: Salemba Humanika, 2010).
Ismail, Syahid. “Strategi Mewujudkan Kemandirian Pesantren Berbasis Pemberdayaan Santri” dalam Perspektif Sosiologi, Vol. 4, No 1, (Januari 2016).
Marlina, “Potensi Pesantren dalam Pengembangan Ekonomi Syariah” dalam Jurnal Hukum Islam (JHI), Vol. 12, No. 1, (Juni 2014).
Muttaqin, Rizal. “Kemandirian dan Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Pesantren (Studi atas Peran Pondok Pesantren Al-Ittifaq Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung terhadap Kemandirian Ekonomi Santri dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sekitarnya)”, dalam Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia (JESI), Vol. I, No. 2, (Desember 2011).
Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial, 1998, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1998).
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R & D), (Bandung: Alfabeta, 2009).
Ust. Abidin (Ketua Yayasan Al Iman Pondok Pesantren Hidayatullah Mataram), wawancara, tanggal 18 Juli 2019.
Ust. Fahrurrozi (BendaharaYayasan Al Iman PP Hidayatullah), wawancara, tanggal 20 Juli 2019.
Ust. Fardin, (Wakamad Madrasah Aliyah dan Ketua Koperasi Hidayatullah Mataram), wawancara, tanggal 20 Juli 2019.
Ust. Zohdi, wawancara, tanggal 20 Juli 2019.
Yacub, Hamzah. Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa, (Bandung: Angkasa, 2006).
[1] Hamzah Yakub, Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa, (Bandung: Angkasa, 2006), 12.
[2] Siti Nur azizah, “Pengelolaan Unit Usaha Pesantren Berbasis Ekoproteksi”, dalam EKBISI, Vol. IX, No. 1, (Desember 2014), 104.
[3] Rizal Muttaqin, “Kemandirian dan Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Pesantren (Studi atas Peran Pondok Pesantren Al-Ittifaq Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung terhadap Kemandirian Ekonomi Santri dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sekitarnya)”, dalam Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia (JESI), Vol. I, No. 2, (Desember 2011), 66.
[4] Syahid Ismail, “Strategi Mewujudkan Kemandirian Pesantren Berbasis Pemberdayaan Santri” dalam Perspektif Sosiologi, Vol. 4, No 1, (Januari 2016), 58.
[5] Marlina, “Potensi Pesantren dalam Pengembangan Ekonomi Syariah” dalam Jurnal Hukum Islam (JHI), Vol. 12, No. 1, (Juni 2014), 118.
[6] Ahmad Faozan. “Pondok Pesantren dan Pemberdayaan Ekonomi” dalam Ibda`, Vol. 4, No. 1, (Januari 2006), 88-102.
[7] A. Halim, “Menggali Potensi Ekonomi Pondok Pesantran,” dalam A. Halim (eds.) Manajemen Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), 227.
[8]Ust. Abidin (Ketua Yayasan Al Iman Pondok Pesantren Hidayatullah Mataram), wawancara, tanggal 18 Juli 2019.
[9]Fardin, (Wakamad Madrasah Aliyah dan Ketua Koperasi Hidayatullah Mataram), wawancara, tanggal 20 Juli 2019.
[10]Ibid.
[11]Ust Fahrurrozi (BendaharaYayasan Al Iman PP Hidayatullah), wawancara, tanggal 20 Juli 2019.
[12] Ust. Zohdi, wawancara, tanggal 20 Juli 2019
[13] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta: LP3ES, 1994), 28-33.
[14] Fardin, (Wakamad Madrasah Aliyah dan Ketua Koperasi Hidayatullah Mataram), wawancara, tanggal 20 Juli 2019.